Pemerintah daerah se-Jawa Barat secara resmi menyerahkan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Tahun 2024 kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Jawa Barat. Acara yang berlangsung pada Rabu, 26 Maret 2025 di Auditorium BPK Perwakilan Jawa Barat ini dihadiri oleh para kepala daerah, termasuk Wali Kota Sukabumi, H. Ayep Zaki.
Penyerahan LKPD unaudited ini ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, bersama dengan para kepala daerah lainnya.
Dalam sambutannya, Sekda Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyoroti berbagai tantangan kesejahteraan yang masih dihadapi oleh masyarakat Jawa Barat. Ia mengutip petuah dari Prabu Siliwangi yang menekankan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan harus menjadi tujuan utama dalam kehidupan masyarakat.
Herman mengungkapkan bahwa kesejahteraan di Jawa Barat masih belum optimal. Ia menyoroti angka perceraian yang mencapai 90.000 kasus, dengan 70.000 di antaranya merupakan gugatan cerai dari pihak perempuan.
Ia juga menyoroti tingkat kemiskinan yang masih berada di angka 7,08%, dengan beberapa kabupaten mencapai 10-11%. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat masih sebesar 6,75%, setara dengan 1,6 juta jiwa dari total 25 juta angkatan kerja.
Menurutnya, Jawa Barat tidak akan menjadi provinsi yang istimewa jika kabupaten dan kotanya tidak memiliki keunggulan masing-masing. "Kita harus berjuang bersama untuk meningkatkan kesejahteraan, karena hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak akan dimenangkan," ujarnya.
Tantangan dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
Kepala BPK Perwakilan Jawa Barat, Edu Oktain Panjaitan, menegaskan bahwa penyerahan LKPD ini merupakan kewajiban yang diatur dalam peraturan perbendaharaan negara.
Tahun ini, penyerahan LKPD dilakukan lima hari lebih cepat dari batas waktu yang telah ditetapkan, sebuah pencapaian yang diapresiasi oleh BPK.
Pertama, ia menyoroti kondisi defisit anggaran yang masih terjadi di berbagai daerah. Banyak pemerintah daerah yang tidak mampu membayar seluruh tagihan belanja tahun berjalan.
Hal ini bukan masalah sederhana, karena meskipun defisit dapat terjadi, pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mengelola dana agar tidak melanggar aturan penggunaannya.
Kedua, ia mengungkapkan bahwa masih banyak pengembang perumahan yang belum menyerahkan sarana dan prasarana umum kepada pemerintah daerah.
Hal ini berisiko menyebabkan berbagai masalah, termasuk bencana banjir akibat alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Ia menekankan pentingnya pengawasan dari pemerintah daerah agar aset-aset tersebut tidak dialihkan atau disalahgunakan.
Ketiga, ia menyoroti ketidaksesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi. Masih ditemukan ketidaksesuaian dalam penyajian properti investasi dan kebijakan akuntansi yang belum sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 17.
Pemerintah daerah perlu segera menyesuaikan mekanisme pertanggungjawaban keuangan dengan aturan yang berlaku, termasuk perubahan terkait standar perjalanan dinas yang kini mengacu pada sistem at cost sesuai SEB Kemenkeu dan Kemendagri 2024.
Keempat, ia membahas transisi penggunaan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang masih menghadapi berbagai kendala. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa sistem ini berjalan dengan baik agar pengelolaan keuangan menjadi lebih transparan dan efisien.
Kelima, ia menyoroti pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang masih belum tertib. Dalam pemeriksaan, BPK menemukan bahwa pertanggungjawaban penggunaan dana BOS di beberapa satuan pendidikan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Laporan keuangan yang tidak lengkap serta penggunaan dana yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) menjadi perhatian serius.
Keenam, ia menekankan bahwa data pajak bumi dan bangunan (PBB) di berbagai daerah masih belum diperbarui secara menyeluruh. Hal ini mengakibatkan pendapatan pajak daerah belum optimal dan berpotensi menyebabkan kebocoran penerimaan daerah.
Ketujuh, ia menyoroti belanja hibah dan bantuan sosial (bansos) pada tahun anggaran 2024, terutama terkait penyelenggaraan Pilkada serentak. BPK meminta pemerintah daerah memastikan bahwa penggunaan anggaran untuk hibah dan bansos harus sesuai dengan regulasi yang berlaku agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Penyerahan LKPD 2024 ini menjadi tolok ukur transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan berbagai tantangan yang ada, mulai dari defisit anggaran hingga tata kelola aset daerah, pemerintah daerah harus semakin berbenah agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Dengan kerja sama yang erat antara pemerintah daerah dan BPK, diharapkan keuangan daerah di Jawa Barat dapat dikelola dengan lebih baik. Seperti yang dikatakan Sekda Jawa Barat, "Mari kita bertaruh untuk Jawa Barat. Kita harus berani menghadapi tantangan demi kesejahteraan masyarakat."
Penyerahan LKPD unaudited ini ditandai dengan penandatanganan berita acara oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, bersama dengan para kepala daerah lainnya.
Dalam sambutannya, Sekda Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyoroti berbagai tantangan kesejahteraan yang masih dihadapi oleh masyarakat Jawa Barat. Ia mengutip petuah dari Prabu Siliwangi yang menekankan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan harus menjadi tujuan utama dalam kehidupan masyarakat.
Herman mengungkapkan bahwa kesejahteraan di Jawa Barat masih belum optimal. Ia menyoroti angka perceraian yang mencapai 90.000 kasus, dengan 70.000 di antaranya merupakan gugatan cerai dari pihak perempuan.
Ia juga menyoroti tingkat kemiskinan yang masih berada di angka 7,08%, dengan beberapa kabupaten mencapai 10-11%. Selain itu, tingkat pengangguran terbuka di Jawa Barat masih sebesar 6,75%, setara dengan 1,6 juta jiwa dari total 25 juta angkatan kerja.
Menurutnya, Jawa Barat tidak akan menjadi provinsi yang istimewa jika kabupaten dan kotanya tidak memiliki keunggulan masing-masing. "Kita harus berjuang bersama untuk meningkatkan kesejahteraan, karena hidup yang tidak dipertaruhkan, tidak akan dimenangkan," ujarnya.
Tantangan dalam Pengelolaan Keuangan Daerah
Kepala BPK Perwakilan Jawa Barat, Edu Oktain Panjaitan, menegaskan bahwa penyerahan LKPD ini merupakan kewajiban yang diatur dalam peraturan perbendaharaan negara.
Tahun ini, penyerahan LKPD dilakukan lima hari lebih cepat dari batas waktu yang telah ditetapkan, sebuah pencapaian yang diapresiasi oleh BPK.
Pertama, ia menyoroti kondisi defisit anggaran yang masih terjadi di berbagai daerah. Banyak pemerintah daerah yang tidak mampu membayar seluruh tagihan belanja tahun berjalan.
Hal ini bukan masalah sederhana, karena meskipun defisit dapat terjadi, pemerintah daerah harus berhati-hati dalam mengelola dana agar tidak melanggar aturan penggunaannya.
Kedua, ia mengungkapkan bahwa masih banyak pengembang perumahan yang belum menyerahkan sarana dan prasarana umum kepada pemerintah daerah.
Hal ini berisiko menyebabkan berbagai masalah, termasuk bencana banjir akibat alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan peruntukannya. Ia menekankan pentingnya pengawasan dari pemerintah daerah agar aset-aset tersebut tidak dialihkan atau disalahgunakan.
Ketiga, ia menyoroti ketidaksesuaian laporan keuangan dengan standar akuntansi. Masih ditemukan ketidaksesuaian dalam penyajian properti investasi dan kebijakan akuntansi yang belum sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 17.
Pemerintah daerah perlu segera menyesuaikan mekanisme pertanggungjawaban keuangan dengan aturan yang berlaku, termasuk perubahan terkait standar perjalanan dinas yang kini mengacu pada sistem at cost sesuai SEB Kemenkeu dan Kemendagri 2024.
Keempat, ia membahas transisi penggunaan Sistem Informasi Pemerintahan Daerah (SIPD) yang masih menghadapi berbagai kendala. Pemerintah daerah perlu memastikan bahwa sistem ini berjalan dengan baik agar pengelolaan keuangan menjadi lebih transparan dan efisien.
Kelima, ia menyoroti pengelolaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang masih belum tertib. Dalam pemeriksaan, BPK menemukan bahwa pertanggungjawaban penggunaan dana BOS di beberapa satuan pendidikan tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya. Laporan keuangan yang tidak lengkap serta penggunaan dana yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) menjadi perhatian serius.
Keenam, ia menekankan bahwa data pajak bumi dan bangunan (PBB) di berbagai daerah masih belum diperbarui secara menyeluruh. Hal ini mengakibatkan pendapatan pajak daerah belum optimal dan berpotensi menyebabkan kebocoran penerimaan daerah.
Ketujuh, ia menyoroti belanja hibah dan bantuan sosial (bansos) pada tahun anggaran 2024, terutama terkait penyelenggaraan Pilkada serentak. BPK meminta pemerintah daerah memastikan bahwa penggunaan anggaran untuk hibah dan bansos harus sesuai dengan regulasi yang berlaku agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan tertentu.
Penyerahan LKPD 2024 ini menjadi tolok ukur transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah. Dengan berbagai tantangan yang ada, mulai dari defisit anggaran hingga tata kelola aset daerah, pemerintah daerah harus semakin berbenah agar dapat memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat.
Dengan kerja sama yang erat antara pemerintah daerah dan BPK, diharapkan keuangan daerah di Jawa Barat dapat dikelola dengan lebih baik. Seperti yang dikatakan Sekda Jawa Barat, "Mari kita bertaruh untuk Jawa Barat. Kita harus berani menghadapi tantangan demi kesejahteraan masyarakat."
Pewarta : Kang Warsa
Dokumentasi : Dede Soleh Saepul
DOKPIM KOTA SUKABUMI
Pranata Kehumasan
Ross Pristianasari