Beruntung sekali penulis kembali menemukan sebuah arsip penting, buku “Herinneringen Aan Soeka Boemi” karya J.M. Knaud terbitan tahun 1976 oleh Indisch Tojdschrift Tong Tong, Den Haag. Karya ini menampilkan kenangan seorang Belanda saat tinggal di Sukabumi di jaman normal dahulu (kisaran tahun 1900-1942). Suatu jaman yang disebut-sebut oleh para orang tua sebagai jaman normal. Ketika perkembangan kota tampak pesat, segala kebutuhan dapat dicukupi relatif lebih mudah, sebelum kedatangan Jepang yang memporakporandakan segalanya.
Sangat beruntung lagi ketika penulis menemukan buku ini dalam terjemahan, sehingga tidak mengalami kesulitan saat menyadur dan menerjemahkan dalam bahasa aslinya yaitu Belanda. Buku terjemahan ini terbit pada Maret 1984, atas alih Bahasa Rd. Daeng Iskandar. Adapun tim penyusun lengkapnya antara lain :
Penanggung Jawab : Soejoed (Walikotamadaya Sukabumi ketika itu)
Koordinator : Drs. Komarudin Taruna
Alih Bahasa : Rd. Daeng Iskandar
Lay-out/ilustrasi : Soekendar Affadi
Berikut ini penulis akan sampaikan sebagian karya terjemamahan ini. Di selanjutnya juga akan disampaikan secara berturut-turut.
Legenda
Konon zaman dahulu di daerah Priangan (Parahiyangan) hidup Raja Surya Kencana, Matahari Emas nama yang sesuai untuk raja yang bijaksana ini, penguasa dari Kerajaan Cianjur. Ia pandai dan adil serta menyukai keindahan alam dan keharuman bunga-bunga. Tidak jauh dari puncak Gunung Gede dimana ia seringkali berdiam untuk bersemedi, ia menyuruh untuk membuat lapangan edelweisz.
Raja Surya Kencana menyukai kesunyian tempat yang tinggi ini dan seringkali berdiam di sekitar lapangan edelweiss yang luas ini, diliputi kesejukan udara pegunungan. Di tempat ia memerintahkan pula untuk membangun keraton yang sederhana di pinggiran taman bunga.
Di sini ia secara diam-diam melaksanakan pekerjaan kenegaraan dan di sini pula ia dapat memecahkan persoalan dan kesulitan rakyatnya. Hasil pemikirannya segar dan indah seperti keadaan daerah disekelilingnya.
Di keraton ini pula ia menikmati kehidupan malamnya serta wafat dengan tenang, ditangisi rakyatnya yang ia cintai. Raja Surya Kencana yang semasa hidupnya seperti Matahari Emas memancarkan sinar ke wilayah kekuasaannya, dikebumikan didekat lapang edelweisz.
Seorang dayang yang tertua menjaga makamnya yang suci. Jika ada orang dating terlalu dekat ke kuburan yang suci itu, maka dayang yang tua itu akan mengeluarkan kata-kata dengan nada kera menggelegar. Rentetan nada-nada keras itu bergemuruh turun dari gunung dan mencapai Gunung Parang Desa Sukabumi sehingga sejak saat itu seringkali terdengar suara marah-marah.
Demikianlah legenda Sukabumi yang turun-temurun diceritakan oleh nenek moyang.