SUKABUMI--Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi menjadi penceramah dalam pengajian Majelis Taklim Masjid Besar Al Muhajirin Jalan Limusnunggal RT 04 RW 06, Kelurahan Limusnunggal, Kecamatan Cibeureum, Jumat (8/4/2022).
Pada momen ini wali kota memberikan materi ceramah dengan menyampaikan cerita sahabat nabi Muhammad SAW, Sya'ban yang bermakna agar maksimal dalam melakukan ibadah dan kebaikan. '' Alhamdulillah masuk bulan Ramadhan harus bahagia karena saat terbaik memohon ampun kepada Allah SWT,'' ujar Wali Kota Sukabumi, Achmad Fahmi.
Pengajian tersebut juga momen silaturahmi bulan Ramadhan dalam rangka menjalin ukhuwah menyampaikan program dan kegiatan pembangunan. Selanjutnya wali kota menyampaikan cerita seorang sahabat Rasulullah SAW, Sya’ban ra memiliki kebiasaan datang ke masjid sebelum waktu shalat berjamaah dan mengambil posisi di pojok pada setiap shalat berjamaah.
Alasannya, selalu mengambil posisi di pojok masjid karena ia tidak ingin mengganggu atau menghalangi orang lain yang akan melakukan ibadah di masjid. Kebiasaan ini, sudah dipahami oleh semua orang bahkan Rasulullah sendiri.
Pada suatu pagi, saat shalat Subuh berjamaah akan dimulai, Rasulullah SAW merasa heran karena tidak mendapati Sya’ban ra pada posisi seperti biasanya. Rasul pun bertanya kepada jamaah yang hadir, apakah ada yang melihat Sya’ban? Tapi, tidak ada seorang pun yang melihat Sya’ban ra.
Shalat Subuh pun ditunda, untuk menunggu kehadiran Sya’ban. Namun yang ditunggu belum datang juga. Selanjutnya karena khawatir shalat Subuh kesiangan, Rasulullah pun memutuskan untuk segera melaksanakan shalat Subuh berjamaah.
Namun hingga shalat Subuh selesai pun Sya’ban belum datang juga. Selesai shalat Subuh Rasul pun bertanya lagi “Apakah ada yang mengetahui kabar Sya’ban?” Namun tidak ada seorang pun yang menjawab.
Rasul pun bertanya lagi “Apa ada yang mengetahui dimana rumah Sya’ban?” Seorang sahabat mengangkat tangan dan mengatakan bahwa dia tahu persis dimana rumah Sya’ban.
Rasulullah sangat khawatir terjadi sesuatu terhadap sahabatnya tersebut, memimnta diantarkan ke rumah Sya’ban. Perjalanan dari masjid ke rumah Sya’ban cukup jauh dan memakan waktu lama terlebih mereka menempuh dengan berjalan kaki.
Akhirnya, Rasulullah dan para sahabat sampai di rumah Sya’ban pada waktu shalat dhuha (kira-kira 3 jam perjalanan). Sampai di depan rumah Sya’ban, beliau mengucapkan salam dan keluarlah wanita sambil membalas salam.
“ Apa benar ini rumah Sya’ban?” Tanya Rasulullah.“Ya benar, ini rumah Sya’ban. Saya istrinya.” jawab perempuan tersebut. “ Bolehkah kami menemui Sya’ban ra, yang tidak hadir shalat Subuh di masjid pagi ini?” ucap Rasul.
Istri Sya’ban ra menjawab “Beliau telah meninggal tadi pagi”.“Innalilahi Wainnailaihiroji’un” jawab semuanya.
Satu-satunya penyebab Sya’ban tidak hadir shalat Subuh di masjid adalah karena ajal menjemputnya. Beberapa saat kemudian, istri Sya’ban ra bertanya “Ya Rasulullah ada sesuatu yang jadi tanda tanya bagi kami semua, yaitu menjelang kematiannya dia bertetiak tiga kali dengan masing-masing teriakan di sertai satu kalimat. Kami semua tidak paham apa maksudnya”
“Apa saja kalimat yang diucapkannya?” tanya Rasulullah. Syaban berucap kalimat ‘Aduh, kenapa tidak lebih jauh, aduh kenapa tidak yang baru, aduh kenapa tidak semua,” jawab istri Sya’ban.
“Saat Sya’ban ra dalam keadaan sakaratul maut, perjalanan hidupnya ditayangkan ulang oleh Allah SWT. Bukan hanya itu, semua ganjaran dari perbuatannya diperlihatkan oleh Allah. Apa yang dilihat oleh Sya’ban ra (dan orang yang sakaratul maut) tidak bisa disaksikan yang lain.
Dalam pandangannya Sya’ban ra melihat suatu adegan dimana kesehariannya dia pergi pulang ke masjid untuk shalat berjamah lima waktu. Perjalanan sekitar tiga jam jalan kaki, tentu itu bukan jarak yang dekat. Dalam tayangan itu pula Sya’ban ra diperlihatkan pahala yang diperolehnya dari langkah-langkahnya ke masjid,” ujar Rasulullah.
Dia melihat seperti apa bentuk surga yang dijanjikan sebagai ganjarannya. Saat dia melihat dia berucap “Aduh mengapa tidak lebih jauh” timbul penyesalan dalam diri Sya’ban ra, mengapa rumahnya tidak lebih jauh lagi supaya pahala yang didapatkan lebih indah. Dalam penggalan kalimat berikutnya Sya’ban ra melihat saat ia akan berangkat sholat berjamaah di musim dingin.
Saat ia membuka pintu, berhembuslah angin dingin yang menusuk tulang. Dia masuk ke dalam rumahnya dan mengambil satu baju lagi untuk dipakainya. Dia memakai dua baju, Sya’ban memakai pakaian yang bagus (baru) di dalam dan yang jelek di luar.
Dia berpikir jika kena debu tentu yang kena hanyalah baju yang luar dan sampai di masjid dia bisa membuka baju luar dan shalat dengan baju yang lebih bagus. Ketika dalam perjalanan menuju masjid dia menemukan seseorang yang terbaring yang kedinginan dalam kondisi mengenaskan. Sya’ban pun iba dan segera membukakan baju yang paling luar lalu dipakaikan kepada orang tersebut kemudian dia memapahnya ke masjid agar dapat melakukan shalat Subuh bersama-sama.
Orang itupun selamat dari mati kedinginan dan bahkan sempat melakukan shalat berjamaah. Sya’ban ra pun kemudian melihat indahnya surga yang sebagai balasan memakaikan baju bututnya kepada orang tersebut.
Berikutnya Syaban berteriak lagi “Aduh! Kenapa tidak yang baru” timbul lagi penyesalan dibenak Sya’ban ra. Jika dengan baju jelek saja bisa mengantarkannya mendapat pahala besar, sudah tentu dia akan mendapatkan yang lebih besar jika dia memberikan pakaian yang baru.
Selanjutnya, Sya’ban ra melihat lagi suatu adegan saat akan sarapan dengan roti yang dimakan dengan cara mencelupkan dulu ke dalam segelas susu. Saat baru saja ingin memulai sarapan, muncullah pengemis di depan pintu yang meminta sedikit roti karena sudah tiga hari perutnya tidak diisi makanan.
Melihat hal itu, Sya’ban ra merasa iba dan kemudian membagi dua roti tersebut dengan ukuran sama besar dan membagi dua susu ke dalam gelas dengan ukuran yang sama rata, kemudan mereka makan bersama-sama. Allah SWT lalu memperlihatkan Sya’ban ra dengan surga yang indah.
Ketika melihat itupun Sya’ban ra teriak lagi “ Aduh kenapa tidak semua!!” Sya’ban ra kembali menyesal. Seandainya dia memberikan semua roti itu kepada pengemis tersebut, pasti dia akan mendapat surga yabg lebih indah. Masya Allah, Sya’ban bukan menyesali perbuatanya melainkan menyesali mengapa tidak maksimal.
'' Maknanya penyesalan datang di akhir meskipun melakukan kebaikan karena tidak maksimal dilakukan,'' kata Fahmi. Kalaulah sudah melakukan kebaikan, apakah sudah maksimal belum melakukan kebaikan.
Selain itu lanjut Fahmi, Ramadhan saat paling tepat perbaikan pokok agama yakni akidah, ibadah, dan akhlak. Dalam artian memperkokoh akidah, memperbaiki dan meningkatkan ibadah dan memperkokoh akhlak.